![]() |
Filsafat |
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang senantiasa mencari kebenaran dengan cabang-cabangnya di antaranya Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis. Kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila.
a.
Dasar Ontologi (Hakikat Manusia) Sila-Sila Pancasila
Ontologi adalah
cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar (hakikat) atau
paling dalam dari sesuatu yang ada (yang dibahas). Basis ontologis Pancasila
adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak monopluralis, oleh karena itu
hakikat dasar ini juga disebut dasar antropologis. Subjek pendukung pokok
sila-sila Pancasila adalah manusia, hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial
pada hakikatnya adalah manusia (Notonagoro 1975 : 23). Demikian juga jikalau
kita pahami dari segi filsafat negara bahwa Pancasila adalah dasar filsafat
negara, adapun pendukung pokok negara adalah rakyat dan unsur rakyat adalah
manusia itu sendiri sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa
hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia.
b.
Dasar Epistimologi (Pengetahuan) Sila-Sila Pancasila
Epistimologi
adalah cabang ilmu menjelaskan tentang bagaimana mencari pengetahuan dan
seperti apa pengetahuan (yang dibahas) tersebut yang secara umum berart
menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan
tersebut. Pancasila sebagai suatu objek epistimologis meliputi masalah sumber
pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila. Sebagaimana dipahami
bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya
merupakan perenungan serta pemikiran seseorang atau beberapa orang saja namun
dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan negara. Sebagai
suatu sistem pengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal
logis baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti Pancasila .
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah hierarkhis dan berbentuk piramidal,
dimana sila yang satu akan menjelaskan sila lainnya.
Selanjutnya,
epistimologi juga membahas dasar-dasar rasional Pancasila yaitu menyangkut isi
arti sila-sila Pancasila. Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga
hal yaitu: pertama, isi arti Pancasila yang umum
universal yaitu hakikat sila-sila Pancasila. Kedua, isi arti Pancasila
yang umum kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif
negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia. Ketiga,
isi arti Pancasila yang bersifat khusus dan kongkrit yaitu isi isi
arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan hingga
memiliki sifat yang khusus kongkrit serta dinamis. Sehingga, dalam kehidupan
sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam
memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa.
c.
Dasar Aksiologis (Nilai) Sila-Sila Pancasila
Jujun
S.suriasumantri mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Nilai-nilai Pancasila termasuk
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan
demikian nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga
nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis yaitu nilai material, nilai vital,
nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau nilai moral,
maupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistematik-hierarkis,
dimana silapertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai basisnya sampai dengan
sila Keadilan Sosial sebagai tujuannya. (Darmodiharjo, 1978).